[Ngaji Islam] Berbakti Kepada Orang Tua Adalah Mata Air Keberkahan Hidup di Dunia dan Akhirat

kasih ibu

mukadimah4

Artikel ini ane dedikasikan bagi Ibunda yang telah wafat beberapa bulan yang lalu. Semoga Allah SWT mengampuni semua dosanya, menerima amal sholehnya, menghindarkannya dari  siksa kubur dan memasukkannya ke surga kelak. Semoga pula ane dijadikannya sebagai anak yang sholeh yang berbakti kepadanya (juga kepada bapak ane) pada saat mereka hidup dan ketika mereka telah mati. Semoga pula dijadikan oleh Allah SWT anak dan keturunan ane manusia-manusia sholeh-sholihah pemimpin orang-orang yang bertaqwa, aamiin.

Sesungguhnya berbakti kepada orang tua menjadi suatu amalan yang berkedudukan sangat tinggi dalam syari’at Islam. Sangkin tingginya berbakti kepada orang tua digandengkan dengan amalan yang teragung yaitu mentauhidkan dan tidak mensekutukan Allah SWT.

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs. Al-Israa: 23)

Begitu tingginya tingkatan amalan berbakti kepada kedua orang tua, sebanding dengan keutamaannya di sisi Allah SWT. Sehingga berbakti kepada kedua orang tua dapat mengantarkan sang anak pada kebaikan-kabaikan yang sangat besar. Perhatikan beberapa hadist yang menggambarkan betaapa besarnya keutamaan berbakti kepada orang tua :

Artinya: dari Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “ Keridhoaan Allah itu terletak pada keridhoan orang tua, dan murka Allah itu terletak pada murka orang tua”. ( H.R.A t-Tirmidzi. Hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim)[1]

Diriwayatkan oleh Abdir Rahman Abdillah Ibni Mas’ud ra “Aku pernah bertanya kepada Nabi SAW amal apa yang paling di cintai disisi Allah ?” Rasulullah bersabda “Solat tepat pada waktunya”. Kemudian aku tanya lagi “Apa lagi selain itu ?” bersabda Rasulullah “Berbakti kepada kedua orang tua” Aku tanya lagi “ Apa lagi ?”. Jawab Rasulullah “Jihad dijalan Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Mu’awiyah bin Jaahimah mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua, Bahwasannya Jaahimah datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian berkata : “Wahai Rasulullah, saya ingin (berangkat) untuk berperang, dan saya datang (ke sini) untuk minta nasehat pada anda. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Apakah kamu masih memiliki Ibu?”. Berkata dia : “Ya”. Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Tetaplah dengannya karena sesungguhnya surga itu dibawah telapak kakinya”. (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Nasa’i dalam Sunannya dan Ahmad dalam Musnadnya, Hadits ini Shohih. (Lihat Shahihul Jaami No. 1248)

Dan masih banyak lagi, dalil baik dari Al Qur’an dan As Sunnah yang menunjukkan betapa besarnya keutamaanan berbakti kepada orang tua. Untuk lebih riil nya marilah kita baca 2 kisah tentang kebaktian anak kepada orang tuanya, memang tulisan yang panjang, akan tetapi sangat mengetarkan hati kita sebagai seorang anak :

Mahkamah Pengadilan Propinsi Qoshim Saudi Arabiyah menjadi saksi. Ia adalah kisah Hairan al-Fuhaidy, pelaku kisah mengharukan ini. Drama Airmata kesedihan dan kasih sayang yang tumpah. Sungguh, ini adalah kisah nyata dan bukan fiksi…

Hari itu, Hairan al-Fuhaidiy seorang lelaki lanjut usia dari Qoshim tidak dapat menahan isak tangisnya di hadapan Mahkamah Pengadilan Qoshim. Janggutnya basah oleh genangan air mata. Kesedihan tak sanggup ia sembunyikan lagi…

Kerugian apa gerangan yang membuat Hairan terisak?? Sungguh merupakan peristiwa langka yang jarang terjadi. Ternyata, tangisan itu dikarenakan dirinya kalah di hadapan Mahkamah oleh saudaranya dalam hal merawat ibunya yang sudah sangat tua. Wanita tua renta yang tidak memiliki apa-apa selain cincing perak.

Padahal sebelumnya wanita tua itu berada dalam pemeliharaan Hairan anak tertuanya, yang hidup seorang diri. Tatkala Hairan mulai berumur, adiknya yang tinggal di kota lain datang menjemput sang ibu untuk tinggal bersama keluarganya. Tentu saja Hairan keberatan dan menolak keras. Alasannya, ia masih sanggup memelihara ibunya. Karena tak ada kata sepakat, masalah ini pun menyeret keduanya ke hadapan Mahkamah Pengadilan. Dan hukumlah yang akan memutuskan perkara mereka.

Akan tetapi, perselisihan itu semakin meruncing. Berlarut-larut dan menelan waktu yang lama. Setiap dari kedua bersaudara itu bersikukuh menyatakan, bahwa dirinya yang paling berhak memelihara sang ibu. Maka tak ada jalan lain bagi sang Hakim, melainkan meminta untuk dihadirkan wanita tua itu agar dapat bertanya padanya secara langsung…

Sungguh pemandangan yang mengharukan. Kedua berasaudara itu bergantian menggendong sang ibu yang saat itu beratnya tinggal 20 kilo. Sang Hakim tidak dapat menahan haru. Lalu mengajukan pertanyaan, kepada siapa ia memilih tinggal bersamanya. Dalam kesadaran yang baik, terbata wanita itu berkata, “Ini adalah (penyejuk) mataku”, seraya memberi isyarat pada Hairan, “dan ini juga (penyejuk) mataku yang lain seraya memberi isyarat pada saudaranya”.

Sang Hakim terpaksa menjatuhkan putusan sesuai apa yang ia pandang sesuai. Bahwa wanita tua itu akan tinggal bersama keluarga adik Hairan. Sebab mereka lebih mampu untuk menjaganya. Hairan amat terpukul. Dan tak dapat lagi menguasai dirinya. Ia hanya terisak-isak mendengar keputusan sang Hakim. Mahkamah pun senyap, larut bersama kesedihan Hairan.

Duhai, begitu berharga air mata yang dititikkan Hairan… Air mata yang tumpah, karena tidak sanggup lagi memelihara ibunya. Memang usianya saat itu telah mulai senja pula… Apakah yang menjadikan sang ibu begitu mulia dan agung hingga sanggup melahirkan sengketa itu??… Duhai, seandainya kita tahu bagaimana sang ibu mendidik kedua anaknya tersebut, hingga harus bersengketa Mahkamah hanya lantaran berebutan ingin memeliharanya??

Kisah ini adalah pelajaran yang sangat langka di zaman yang tersebar kedurhakaan. Olehnya, menangislah wahai orang-orang yang durhaka pada kedua orang tuanya. Semoga kisah mengharukan ini menjadikan hatimu lunak dan kembali berbakti pada ibumu.

Kisah kedua

Salah seorang dokter bercerita tentang kisah sangat menyentuh yg pernah dialaminya…

“Suatu hari, masuklah seorang wanita lanjut usia ke ruang praktek saya.
Wanita itu ditemani seorang pemuda yg usianya sekitar 30 tahun. Saya perhatikan pemuda itu memberikan perhatian yg lebih kepada wanita tsb dengan memegang tangannya, memperbaiki pakaiannya, dan memberikan makanan serta minuman padanya…

Setelah saya menanyainya seputar masalah kesehatan dan memintanya untuk diperiksa, saya bertanya pada pemuda itu tentang kondisi akalnya, karena saya dapati bahwa perilaku dan jawaban wanita tsb tidak sesuai dengan pertanyaan yang ku ajukan.

Pemuda itu menjawab :“Dia ibuku, dan memiliki keterbelakangan mental sejak aku lahir”

Keingintahuanku mendorongku untuk bertanya lagi : “Siapa yang merawatnya?”, Ia menjawab : “Aku”

Aku bertanya lagi : “Lalu siapa yang memandikan dan mencuci pakaiannya?”
Ia menjawab : “Aku suruh ia masuk ke kamar mandi dan membawakan baju untuknya serta menantinya hingga ia selesai. Aku yg melipat dan menyusun bajunya di lemari. Aku masukkan pakaiannya yang kotor ke dalam mesin cuci dan membelikannya pakaian yang dibutuhkannya”

Aku bertanya : “Mengapa engkau tidak mencarikan untuknya pembantu?”

Ia menjawab : “Karena ibuku tidak bisa melakukan apa-apa dan seperti anak kecil, aku khawatir pembantu tidak memperhatikannya dengan baik dan tidak dapat memahaminya, sementara aku sangat paham dengan ibuku”

Aku terperangah dengan jawabannya dan baktinya yg begitu besar..

Aku pun bertanya : “Apakah engkau sudah beristri?”

Ia menjawab : “Alhamdulillah,aku sudah beristri dan punya beberapa anak”

Aku berkomentar : “Kalau begitu berarti istrimu juga ikut merawat ibumu?”

Ia menjawab : “Istriku membantu semampunya, dia yg memasak dan menyuguhkannya kepada ibuku. Aku telah mendatangkan pembantu untuk istriku agar dapat membantu pekerjaannya. Akan tetapi aku berusaha untuk selalu makan bersama ibuku supaya dapat mengontrol kadar gulanya”

Aku Tanya : “Memangnya ibumu juga terkena penyakit Gula?”

Ia menjawab : “Ya, (tapi tetap saja) Alhamdulillah atas segalanya”

Aku semakin takjub dengan pemuda ini dan aku berusaha menahan air mataku…

Aku mencuri pandang pada kuku tangan wanita itu, dan aku dapati kukunya pendek dan bersih.

Aku bertanya lagi : “Siapa yang memotong kuku-kukunya?”

Ia menjawab : “Aku. Dokter, ibuku tidak dapat melakukan apa-apa”

Tiba-tidak sang ibu memandang putranya dan bertanya seperti anak kecil : “Kapan kamu akan membelikan untukku kentang?”

Ia menjawab : “Tenanglah ibu, sekarang kita akan pergi ke kedai”

Ibunya meloncat-loncat karena kegirangan dan berkata : “Sekarang…sekarang!”

Pemuda itu menoleh kepadaku dan berkata : “Demi Allah, kebahagiaanku melihat ibuku gembira lebih besar dari kebahagiaanku melihat anak-anakku gembira…”

Aku sangat tersentuh dengan kata-katanya dan aku pun pura-pura melihat ke lembaran data ibunya.Lalu aku bertanya lagi : “Apakah Anda punya saudara?”

Ia menjawab : “Aku putranya semata wayang, karena ayahku menceraikannya sebulan setelah pernikahan mereka”

Aku bertanya : “Jadi Anda dirawat ayah?”

Ia menjawab : “Tidak, tapi nenek yg merawatku dan ibuku. Nenek telah meninggal – semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmatinya – saat aku berusia 10 thn”

Aku bertanya : “Apakah ibumu merawatmu saat Anda sakit, atau ingatkah Anda bahwa ibu pernah memperhatikan Anda? Atau dia ikut bahagia atas kebahagiaan Anda, atau sedih karena kesedihan Anda?”

Ia menjawab : “Dokter…sejak aku lahir ibu tidak mengerti apa-apa…kasihan beliau…dan aku sudah merawatnya sejak usiaku 10 thn”

Aku pun menuliskan resep serta menjelaskannya…

Ia memegang tangan ibunya dan berkata : “Mari kita ke kedai..”

Ibunya menjawab : “Tidak, aku sekarang mau ke Makkah saja!”

Aku heran mendengar ucapan ibu tersebut…

Maka aku bertanya padanya : “Mengapa ibu ingin pergi ke Makkah?”

Ibu itu menjawab dengan girang : “Agar aku bisa naik pesawat!”

Aku pun bertanya pada putranya : “
Apakah Anda akan benar-benar membawanya ke Makkah?”

Ia menjawab : “Tentu…aku akan mengusahakan berangkat kesana akhir pekan ini”

Aku katakan pada pemuda itu : “Tidak ada kewajiban umrah bagi ibu Anda…lalu mengapa Anda membawanya ke Makkah?”

Ia menjawab : “Mungkin saja kebahagiaan yg ia rasakan saat aku membawanya ke Makkah akan membuat pahalaku lebih besar daripada aku pergi umrah tanpa membawanya”.

Lalu pemuda dan ibunya itu meninggalkan tempat praktekku.

Aku pun segera meminta pada perawat agar keluar dari ruanganku dengan alasan aku ingin istirahat…
Padahal sebenarnya aku tidak tahan lagi menahan tangis haru…

Aku pun menangis sejadi-jadinya menumpahkan seluruh yg ada dalam hatiku…

Aku berkata dalam diriku :
“Begitu berbaktinya pemuda itu, padahal ibunya tidak pernah menjadi ibu sepenuhnya…
Ia hanya mengandung dan melahirkan pemuda itu…

Ibunya tidak pernah merawatnya…
Tidak pernah mendekap dan membelainya penuh kasih sayang…
Tidak pernah menyuapinya ketika masih kecil…
Tidak pernah begadang malam…
Tidak pernah mengajarinya…
Tidak pernah sedih karenanya…
Tidak pernah menangis untuknya…
Tidak pernah tertawa melihat kelucuannya…
Tidak pernah terganggu tidurnya disebabkan khawatir pada putranya…
Tidak pernah….dan tidak pernah…!
Walaupun demikian…
pemuda itu berbakti sepenuhnya pada sang ibu”.

Apakah kita akan berbakti pada ibu-ibu kita yg kondisinya sehat….seperti bakti pemuda itu pada ibunya yg memiliki keterbelakangan mental?

Sekarang bagaimana dengan kita bro sekalian ? Kita ingat bagaimana orang tua kita memelihara, menyayangi kita dari kecil bahkan sampai dewasa. Tapi saat kita telah mampu, sepertinya kesibukan telah melupakan kita terhadap kewajiban berbakti kepada kedua orang kita. Kita sibuk, sibuk dan sibuk, sehingga kesempatan meraih rahmat Allah SWT yang begitu besar yang turun lantaran kedua oran tua kita kita lalaikan.

Ketika orang tua kita telah mati, yang tertinggal adalah penyesalan yang tiada terkira. Mengapa saat mereka hidup dan kita dalam keadaan mampu, kita tidak berbakti kepadanya. Tinggallah air mata yang bercucuran menangisi kebodohan kita.

Tapi rahmat Allah SWT masih terbuka buat kita, yang merasa belum sempat berbakti kepada ibu-bapak kita sewaktu hidupnya>

Terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ada yang bertanya kepada beliau,

يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ نَعَمْ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا

“Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adakah tersisa perbuatan bakti kepada orang tua yang masih bisa saya lakukan sepeninggal mereka ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Berdoa untuk mereka, memohonkan ampunan, melaksanakan janji mereka, menyambung tali silaturahim yang hanya terhubung melalui mereka serta memuliakan teman-teman mereka‘” (HR. Ahmad 3/279, Bukhari dalam kitab “Adabul Mufrad”, Abu Daud no. 5142)

Semoga Allah SWT memampukan kita untuk terus berbakti kepada orang tua kita baik saat mereka hidup, mapun setelah mereka mati. Dan janganlah kita menjadi orang yang celaka, karena mensia-siakan kesempatan berbakti kepada kedua oran tua kita. Sebagaimana terdapat dalam sebuah hadis tentang kecelakaan manusia yang tidak berbakti kepada kedua orang tuanya.

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

رغمَ أنفُ ، ثم رغم أنفُ ، ثم رغم أنفُ قيل : من ؟ يا رسولَ اللهِ ! قال : من أدرك أبويه عند الكبرِ ، أحدَّهما أو كليهما فلم يَدْخلِ الجنةَ

Kehinaan, kehinaan, kehinaan“. Para sahabat bertanya: “siapa wahai Rasulullah?”. Nabi menjawab: “Orang yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup ketika mereka sudah tua, baik salah satuya atau keduanya, namun orang tadi tidak masuk surga” (HR. Muslim 2551)

Semoga bermanfaat

doa kafarotul majlis

Wassalamu’alaikum wR wb.

6 Komentar

  1. ibuku sayang masih terus berjalan walau telapak kaki penuh darah penuh nanah..by iwan fals…Ya Allah jadikanlah tangisannya (ibu) sebagai ampunan atas segala dosanya…

Semoga tercerahkan dan komen mas bro juga ikut mencerahkan