Sulfur di Bensin, So What ???

motogokil.com – Assalamu’alaikum wa rochmatullohi wa barokatuh, semoga kita semua selamat di perjalanan sampai ke tujuan.

Beberapa hari yang lalu, rama di jagad maya informasi yang menyatakan bahwa bensin bertalit dan pertamax masuk dalam katagori “kotor” karena kandungan sulfur yang tinggi. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin menjelaskan, saat ini standar sulfur internasional adalah 50 ppm atau lebih rendah. Sementara kandungan sulfur di Pertamax masih 400 ppm dan tak beda jauh dari Pertalite [sumber]. Kemudian ia menambahkan :

“Kalau lihat kualitas BBM, orang pikir (tergantung) RON saja, sebenarnya yang jadi isu kan sulfurnya. Karena kalau sulfur tinggi, teknologi mesin untuk mengurangi polusi tidak bisa bekerja,” ujar Kaimuddin di gedung Kemenko Marves, Jakarta Pusat, Kamis malam (13/9).

“Biosolar itu sulfurnya 250 ppm, Pertalite 500 ppm, kemudian Pertamax 400 ppm. Ini yang saat ini tersedia (di SPBU). Ini yang saya pikir Pemerintah harusnya bisa membantu Pertamina untuk menyediakan BBM lebih bersih,”

Tapi, seperti biasa, pernyataan ini langsung dibantah oleh pertamina. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari mengatakan, batas maksimal kandungan sulfur dalam BBM RON 92 yang ditetapkan Ditjen Migas adalah 400 ppm. Ketetapan ini berlaku untuk semua BBM RON 92 yang dijual di Indonesia, baik oleh Pertamina maupun badan usaha lain.

Jadi antara pemerintah dan pertamina mengeluarkan pernyataan yang bertentangan. Sekarang mari kita lihat konsumen sebagai pengguna. Yang pertama adalah pabrikan mobil, yang mungkin bisa ane abil pendapatnya Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi, ia menyampaikan :

“Penggunaan teknologi mesin standar Euro 4 bisa menjadi salah satu solusi untuk mengurangi polusi udara, tetapi jika didukung dengan penggunaan bahan bakar yang sesuai dan memenuhi standar. Sayangnya saat ini ada beberapa jenis bahan bakar yang tidak memenuhi standar Euro 4,” ungkap Nangoi dalam keterangan resminya [sumber].

Yang kedua adalah pernyataan dari konsumen di level pengguna bbm, alias pemilik kendaraan bermotor. Presiden Direktur Taksi Gamya, Mintarsih A. Latif, menyatakan :

“Dari hasil uji coba di Thailand ditemukan bahwa kandungan sulfurnya terlalu tinggi dan bisa membuat rusak onderdil.” [sumber]

Ia melakukan uji laboratorium kualitas bbm di thailand sebagai second opinion. Karena ia telah melakukan uji lab di Indonesia yang hasilnya berlawanan. Menurutnya ATPM (dari mobil yang ia gunakan) sudah melakukan uji coba ke dua laboratorium berbeda (di Indonesia) sebanyak empat kali, dan hasilnya sesuai standar. Jadi beda hasil antara uji laboratorium di dalam negeri dan di thailand.

Semenytara itu, Loviess ini adalah pemilik atau owner Dutama Diesel spesialis perbaikan injektor yang bengkelnya di Jl. Sultan Agung, Bekasi, ia menyatakan :

“Memang tidak bisa dipungkiri, sulfur memang menjadi musuh utama injektor. Potensi injektor tersumbat juga semakin besar karena semakin tinggi kadar sulfur di bahan bakar,” [sumber]

Sulfur Terkandung dalam Minyak Mentah
Mungkin banyak yang bertanya, “Dari mana datangnya kandungan sulfur tersebut ?” Jawabannya mudah, memang dari sononya, saat keluar dari perut bumi, minyak mentah sudah mengandung sulfur. Bahkan kandungan sulfur dalam sumur yang berbeda kemungkinan besar berbeda. Yang kandungan sulfurnya rendah biasa disebut sebagai minyak mentah manis (sweet crude oil), sedang yang mengandung sulfur tinggi disebut sebagai minyak mentah kecut/asam (sour crude oil).

Apa Bahayanya Kandungan Sulfur yang Tinggi di BBM ?
Dalam standar Euro kandungan sulfur dalam BBM terus di tekan. Pada euro 4 kandungan sulfur ditetapkan 50 ppm, sementara bbm kita pertalit dan pertamax masih jauh di atas angka tersebut. Lalu apa bahayanya jika kandungan sulfur begitu tinggi di bbm yang kita pakai ? Beikut ini rincian bahayanya :

  1. Korosi dan Kerusakan pada Komponen Mesin.
    Pembentukan Asam: Saat bahan bakar bersulfur tinggi dibakar, akan menghasilkan sulfur oksida (SOx), yang dapat bergabung dengan uap air untuk membentuk asam sulfat. Asam ini dapat menyebabkan korosi pada komponen mesin, khususnya di ruang bakar dan sistem pembuangan.
    Keausan: Peningkatan korosi dapat mempercepat keausan pada katup, piston, dan liner silinder, yang menyebabkan perawatan yang lebih sering dan berpotensi mengurangi masa pakai mesin.
  2. Emisi dan Dampak Lingkungan
    Emisi SOx: Bahan bakar bersulfur tinggi berkontribusi pada emisi sulfur oksida yang lebih tinggi, yang merupakan polutan berbahaya yang dapat menyebabkan hujan asam dan masalah pernapasan pada manusia.
  3. Efisiensi Operasional.
    Kualitas Bahan Bakar: Kandungan sulfur yang tinggi dapat memengaruhi efisiensi pembakaran bahan bakar, yang berpotensi menyebabkan pembakaran tidak sempurna, yang dapat mengurangi efisiensi mesin dan meningkatkan konsumsi bahan bakar.
    Sistem Pengolahan Bahan Bakar: Kapal dan mesin mungkin memerlukan sistem tambahan (seperti scrubber) untuk mengolah gas buang agar sesuai dengan peraturan, sehingga meningkatkan kompleksitas dan biaya operasional.
  4. Biaya Perawatan dan Operasional
    Peningkatan Perawatan: Sifat korosif bahan bakar bersulfur tinggi memerlukan perawatan dan inspeksi yang lebih sering, yang menyebabkan biaya operasional yang lebih tinggi.
    Waktu Henti: Perbaikan dan perawatan yang lebih sering dapat mengakibatkan peningkatan waktu henti, yang memengaruhi efisiensi operasional dan profitabilitas secara keseluruhan.

Ternyata bahayanya banyak banget ya, makanya orang-orang yang peduli dengan kesehatan dan lingkungan sangat perhatian terhadap masalah ini, beda dengan di Indonesia.

Bagaimana Cara Mngurangi Kandungan Sulfur ?
Ternyata teknik yang dikembangkan dalam rangka mengurangi kandungan sulfur dalam prokdi BBM dari bahan minyak mentah jauh lebih rumit. Perhatikan bagan ini, penyulingan minyak bumi mentah menjadi bbm yang umum.

Tapi dalam sistem yang memperhatikan pengurangan kandungan sulfur, bagian di atas hanya bagian kecil dari sistem penyulingan.

Jadi masalah sulfur di dalam bbm yang ada di Indonesia masih tinggi, bukan di bahan mentahnya. Akan tetapi di prosesnya yang membutuhkan kilang lebih canggih. Alias harus ganti kilang, yang membutuhkan biaya sangat mahal. Masalahnya mau nggak pertamina ngeluarin duit buat mengatasi masalah ini ? Lha wong belum bikin kilang baru saja sudah mengeluh rugi, rugi dan rugi.

Tapi jangan khawatir, katanya sih sekitar tahun 2027-2028 masalah ini akan teratasi, kemungkinan besar pertamina akan merehabilitasi kilang2nya. Akan tetapi permasalahnnya yang juga akan muncul adalah apakah standar euro masih tetap 4 ? Padahal standa euro 5 dan 6 saja sudah ditetapkan. Walaj kejar-kejaran dong.

Semoga informasi yang sedikit ini bermanfaat, dan bisa mentrigger untuk mendalaminya. Wassalamu’alaikum wa rochmatullohi wa barokatuh.

 

Be the first to comment

Semoga tercerahkan dan komen mas bro juga ikut mencerahkan