Assalamu’alaikum wa rochmatullohi wa barokatuh
Salam sejahtera buat kita semua, semoga kita semua selamat di perjalanan sampai ke tujuan
Sering kita dapatkan info mengenai kerusakan motor ataupun mobil, padahal umurnya masih relatif baru. Tentu saja banyak faktor yang menyebabkannya, bisa kesalahan pengguna bisa juga karena kualitas kendaraannya. Yang jelas dengan semakin berkembangnya teknologi informasi, segala macem trouble kendaraan mulai dari yang remeh (mogok) sampai yang parah (mesin pecah) sangat cepat tersebar di dunia maya melalui media sosial.
Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah ketika pengendaranya sudah berpengalaman, dan ia sudah punya kendaraan dengan merek dan tipe yang sama keluaran beberapa tahun lalu, kenapa kendaraan yang baru lebih cepat rusak, padahal penggunaan dan beban yang diberikan relatif sama. Misalnya dengan beban 30 ton truk kemarin nggak masalah, tapi truk yang sekarang diberi beban yang sama poros gardan atau as rodanya patah. Si owner tentu saja sangat faham dengan pekerjaannya dan juga mobilnya, karena itu mereka berpikir bahwa kualitas part dikurangi dibandingkan dengan yang sebelumnya.
Kenyataan ini iwf dapatkan dari hasil wawancara singkat ordal suatu merek kendaraan tertentu. Dan ternyata menurutnya memang part yang dipasang di kendaraan sekarang berbeda (mengacu pada nomor partnya). Dan ternyata pengurangan kualitas/kekuatan part bukan karena ingin ambil untung, akan tetapi karena menganggap bahwa kekuatan part tersebut sudah memenuhi standar kekuatan yang dari beban yang harus ditanggungnya. Ketika owner memberikan beban sedikit saja melebihi toleransi, maka part tersebut rusak/patah.
Lalu bagaimana dengan part kendaraan tipe sama beberapa tahun yang lalu ? Sepertinya produsen tahu bahwa owner di Indonesia sering memberikan beban lebih, bahkan sampai 100%. Sehingga kekuatan partnya dibuat beberapa kali lipat dari yang dibutuhkan. Sedangkan ketika pemerintah mulai disiplin dalam menegakkan aturan (misalkan masalah tonase), maka pabrikan merasa merasa mendapatkan momentum untuk mengurangi kekuatan part tersebut, tentu saja sangat berimbas pada biaya produksi.
Ketika owner kendaraan patuh pada aturan pemerintah, maka tidak akan terjadi masalah. Akan tetapi ketika owner melanggar, dengan asumsi dulu nggak masalah, saat itulah part yang “baru” menerima beban kerja diluar kemampuannya, dan akhirnya “krakkk” patah. Dan hal seperti ini mungkin juga terjadi pada semua kendaraan produk masal seperti mobil dan motor.
Misalnya ketika pemerintah memberikan batasan kecepatan maksimal motor di jalan maksimum 100 kpj, maka pabrikan akan men-setting semua part untuk keperluan tersebut. Mulai dari performa, ketahanan maupun keandalan. Akan tetapi ketika owner mulai memberikan beban lebih seperti menjadikan motor harian untuk roadrace, trabas atau drag race, maka jangan salahkan pabrikan kalau mesinnya jebol.
Tapi kok banyak banyak juga motor standar yang nggak jebol buat balapan di sirkuit ? Ya karena banyak part yang menerima beban besar sudah tidak standar lagi. Sudah banyak part yang diganti, bayangkan motor bebek balap bisa seharga 200 juta, kira-kira part-part yang digunakan apa saja ?
Yang seperti ini sepertinya tidak terjadi pada kendaraan (mobil atau motor) yang sifatnya flagship (high end). Juga untuk kendaraan yang memang edisi spesial kelas premium yang memang semuanya serba spesial. Yang seperti ini tidak bisa dibandingkan, karena kelasnya premium dan tentu saja harganya juga beda jauh. Masih ingat dengan honda sonic rs125 ? Saat itu harganya lebih mahal dibandingkan tiger 2000.
Benar tidaknya informasi dari ordal tersebut, sepertinya memang masuk akal. Mohon maaf jika ada salah dan kurangnya. Semoga bermanfaat, wassalamu’alaikum wa rochmatullohi wa barokatuh.
Wah jadi mikir juga untuk Nmax yg dijual lokal sama eksport dan PCX import sama PCX lokal mungkin beda nggak…