UU LLAJ – Razia Knalpot Racing – Pengukuran Kebisiangan – Dualisme. Kacau !!!

razia-knalpot-bising-2

Assalamu’alaikum wR wB

Salam sejahtera buat kita semua, semoga kita semua selamat di perjalanan sampai ke tujuan

Menjelang tahun baru, polisi giat melakukan razia sepeda motor yang mengaplikasikan modifikasi tidak standar (namanya modifikasi ya pasti tidak standar). Khusus untuk motor yang mengaplikasi knalpot racing akan langsung ditilang dan diangkut. Alasan yang diterapkan masih ambigu, apakah karena tidak standar, bising atau lainnya. Kelihatan pakai knalpot racing, langsung diangkut, dan baru bisa diambil setelah tahun baru.

tilang knalpot

Sesungguhnya razia knalpot racing, demi melindungi pengendara lain dari polusi suara, sangat baik jika diterapkan dengan benar. Karena suara yang bising memang dapat meningkatkan “stress” pengedara lain yang mendengarkannya. Akan tetapi sayangnya peraturan ini sesungguhnya bukan perkara gampang untuk diterapkan, karena beberapa hal yang bersifat teknis dan non teknis. Dan jika dipaksakan sementara aparat belum siap, yang terjadi justru kekacauan. Penyebab kekacauannya adalah :

  1. Polisi tidak faham UU LLAJ dan menilang secara serampangan
  2. Produsen bebas membuat knalpot racing yang melanggar UU LLAJ tanpa dikenai sangsi
  3. Tidak tersedianya alat ukur yang cukup untuk menindak pelanggaran knalpot racing
  4. Adanya dualisme sikap antara motor kecil dan motor besar
  5. Terjadi arogansi moge dan kecemburuan sosial mocil di jalan raya

Nah sekarang marilah kita selidiki, apa akar masalah dari kekacauan di atas :

Standar kebisingan yang ditetapkan oleh UU LLAJ

tilang-knalpot4

Jika tidak ditentukan (secara legal) caranya mengukur (jarak dan sudutnya). Pengukuran harus dilakukan sesuai satnadar, misalnya :

  1. Jarak antara “mulut” alat ukur (sound level meter) 50 cm dari mulut knalpot
  2. Pengukuran dilakukan dengan sudut 45 derajad

tilang-knalpot6

Jika aparat tidak mau memahami teknik yang seharusnya digunakan dalam proses mengukur kebisingan, maka pengendara motor (yang ditilang karena menggunakan knalpot racing) akan dengan mudah dimainkan oleh oknum aparat untuk melakukan penilangan secara ilegal

Peraturan hanya untuk konsumen

Penerapan aturan ini sangat tidak adil, karena hanya diterapkan pada konsumen, sedangkan produsen dibebaskan dari sangsi dan hukuman. Konsumen beli knalpot pake duit sendiri kadang kena pajak pula, masih ditilang. Sedangkan produsen yang mendapatkan untung dari penjualan knalpot racing ini tenang-tenag saja tanpa sangsi. Kalau mau adil dua-duanya harus ditindak, konsumen ditilang, pabrik knalpot racing ditutup.

Alat ukur kebisingan knalpot tidak memadai/tidak standar

Kalau sudah ada UU-nya maka yang dikatakan pelanggaran harus disesuaikan dengan UU yang berlaku. Bukan secara subjektif ditentukan oleh kuping/pendengaran polisi. Jika demikian, maka penerapan UU menjadi tidak standar/kacau, lain polisi lain pendengaran, lain pula keputusannya. Jika ingin standar maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan :

  1. Razia knalpot racing/bising harus diadakan sesuai aturan
  2. Alat ukur kebisingan harus standar
  3. Kalibrasi yang dilakukan terhadap alat ukur juga harus standar (atau mungkin sudah dikalbrasi oleh KAN)

sound level meter

Contoh alat pengukur level kebisingan

sound calibrator

Contoh kalibrator eksternal

sound level meter external calbration

Contok teknik kalibrasi dengan kalibrator eksternal

sound level meter self calbration

Contoh teknik kalibrasi internal

Jika polisi sebagai aparat yang akan melakukan penindakan terhadap pelanggaran polusi suara oleh knalpot motor, tidak mengetahui ini semua, ya jelas tindakan penilangan bisa dianggap ilegal.

Adanya dualisme penindakan untuk motor kecil dan motor besar

Apakah hal ini memang terjadi ? Mungkin sangat jelas terlihat dilapangan. Akan tetapi mari kita tinjau dari segi teknis, sebenernya berapa dB suara yang dihasilkan oleh knalpot standar HD . Perhatikan video ini

Dalam keadaan idle saja sudah di atas 90 dB, sudah di atas ambang batas yang ditentukan UU LLAJ. Apalagi jika digeber full throttle akan tembus di atas 120 dB. Jadi dalam kondis standar saja moge hd sudah tidak boleh turun di jalan raya. Jika terpaksa harus turun di jalan raya, maka knalpot harus diberi peredam sehingga memenuhi peraturan UU LLAJ.

Dan perhatikan apa yang terjadi di jalan raya

tilang-knalpot2

Motor cc kecil pakai knalpot agak bising ditilang

polisi kawal hd

Motor cc besar dengan knalpot super bising dikawal ???

Dan pada akhirnya terjadilah : Kecemburuan sosial dikalangan pengendara motor kecil terhadap sikap ini. Sedangkan pengendara motor besar bisa semakin arogan, karena merasa meskipun melanggar UU LLAJ polisi tidak akan menilang, bahkan hormat dan mengawal.

Entahlah, apa yang selanjutnya akan terjadi.

Semoga bermanfaat, wassalamu’alaikum wR wB

 

25 Komentar

  1. suara berisik tidak diukur dari knalpot bro. coba saja searching caranya. yang diukurbkeseluruhan motor saat lewat dibleyer. jadi harus nya semua vario dan beat yang suaranya berisik itu ketangkap semua

  2. paradigma yg ada di indo lebih ke arah membinasakan, bukan membina! 🙂
    ..
    Harusnya ada pembinaan, misal melalui iklan layanan masyarakat. Ataupun iklan komersial masing” produsen motor diwajibkan mencamtumkan nilai desible output knalpot, jngn cuma output mesin doang!
    ..
    Coba sekarang kita tanya pada diri sendiri, memangnya tau motor di rumah sound desible nya brp? gak kan?!
    coba tanya sama dealer motor, mekanik motor,, jd pada gak tau!
    Intinya kita gak tau yg kita lakuin sdh masuk ranah pelanggaran apa blm, dan tidak ada media untuk menjembatani hal tsb. Terus kita disangsi telah melakukan pelanggaran begitu saja.
    ..
    Sekarang ittu produsen knalpot kan bikin produk ada ijin nya. Lha ijin bisa keluar atas dasar apa? Ada nggak verivikator yg mengarah pada aplikasi penggunaannya? Ada gak check list sound desible nya?
    ..
    Contoh nyata, misal kita beli motor ninja yg notabene mampu mengail speed 150kpj, terus speed itu kita pake di jalanan kota. Ya sdh pasti salah dong, kan ada peraturannya & jelas parameter nya, polisi bisa liat, kita bisa liat. Lha klo knalpot? Klo dari produsen disebutin masih aman ternyata dipake kena tilang krn kata polisi itu gak aman di telinga, gimana hayo?!
    ..
    sekali lg, paradigma yg ada di indo lebih ke arah membinasakan, bukan membina! 🙂

    • kalau menurut ane harusnya kementrian perindustrian dan kepolisian besinergi memberikan aturan yang jelas
      izin produsen knalpot racing-harian yang legal, dengan sertifikasi desibel sesuai aturan
      dan konsumen bebas menggunakannya untuk harian

  3. kl masalah ini pemakai/ konsomen lngsung di tindak. di tangkap di tilang (jadi korban). knalpotnya di hancurkan.
    produsen nya aman aman saja.

    kl masalah NM & PR. “knalpot & pemakai” aman aman saja.
    mucikari/produsennya yg jadi korban
    hayoo……. piye negriku ini

  4. sebenarnya ada beberapa produsen knalpot melabeli “race only” dalam arti untik tenaga besar dan berisik. Cuma pedagang kadang masyarakat beli jg buat dipakai, plus aturan blum jelas apalagi petugas ga pnya alat pengukuran. Jadinya pakai feeling kalau berisik apa engga, macam mekanik nyetinh motor aja. 😀

  5. Menurut saya dengan diberlakukannya emisi euro3, otomatis secara keseluruhan produk yg lulus uji akan bebas polusi bising & ramah emisi gas buangnya.
    Sebaliknya penggunaan knalpot racing otomatis polusi suara dan emisinya tidak ramah lingkungan.
    Saya setuju aturan ambang batas suara knalpot ini di galakan kembali. Tanpa pandang bulu.

  6. Menguntungkan produsen knalpot kalo polisinya asal tilang gini, apa mungkin produsen knalpot ikut campur membuat peraturan ini ambigu biar knalpotnya makin laris 😀

  7. Kalo menurut saya biarin aja yg HD knalpot berisik toh juga jarang lewat dan kalo dia lewat emang bener bahwa motornya butuh ekstra treatment karena temperatur, power, bobot, konsumsi bbm, dan harga mahal serta pajak mahal juga.

    Lha kalo mocil yg pake knalpot berisik dah bikin panas dan kek nantangin balap aja padahal cc juga beti dan kalo digeber juga beti tergantung nyali aja. Apalagi jumlahnya banyak, coba kalo kita pulang kantor pst ketemunya ya mocil2 dan kalo ketemu moge paling 1-2 dan byk yg pas weekend doang.

    • …”motornya butuh ekstra treatment karena temperatur, power, bobot, konsumsi bbm, dan harga mahal serta pajak mahal juga.”

      Mksdnya semakin mahal perawatan, harga dan pajaknya, smakin aman gitu pak?

      Ckckck… Tajam ke bawah, tumpul ke atas dong pak kalau seperti itu hukum kita ini?

  8. mau jarang lewat atau tidak yg namanya aturan itu harus diterapkan. kalo HD jarang lewat trus boleh bebas gt? kebal hukum gt? kalo gini caranya ente brarti tidak berpendidikan alias goblok!

  9. Ayo donk gimana caranya biar gak jadi lahan bagi para oknum polisi…. Di UU ada kata bising aja semua dirazia dan disita, kita harus mengadu ke mana

  10. Apakah masyarakat pengguna motor yg kls cc nya dibwh HD mesti bersatu minta bantuan kpd Bpk Presiden untuk mencari keadilan ttg aturan memakai knalpot racing? Ada satu pertanyaan di benak saya : “apakah polisi yg gajinya dibayar melalui pajak dari penerimaan gaji masyarakat bs seenaknya berbuat spt menilang dan memusnahkan knalpot racing yg dibeli dari hsl jerih payah penggunanya dari hsl keringat sendiri. Bkn kah sdh ada tata cara pelaksanaan penilangan dlm UU yg berlaku ttg pelanggaran knalpot racing? Apakah Bpk Kapolri yg terhormat tdk mengetahui ttg kejanggalan2 penilangan yg tlh terjadi di beberapa daerah tertentu akhir2 ini? Apkh polisi tugasnya menindas masyarakat pengguna knalpot racing atau tugas pokoknya mengayomi dan memberi rasa aman kpd masyarakat? Mhn jawaban yg jls dari penegak hukum terkait yg terhormat, agar ada ketenangan dlm berkendara bg kita semua di jalan raya. Tmksh dan mhn mf yg sebesar2nya dari sy yg kurang nyaman berkendara di negara kita Indonesia yg tercinta ini.

Semoga tercerahkan dan komen mas bro juga ikut mencerahkan